Kami bagikan laporan pendahuluan stress berat thorax pdf dan doc.

Teman perawat seIndonesia yang kami cintai, Alhamdulillah hingga ketika ini kami masih diberi kesempatan untuk bisa mengembangkan ilmu keperawatan dengaan teman-teman sejawat lewat blog ini.

Pada postingan kali ini kami share laporan pendahuluan stress berat thorax lengkap disusun menurut rujukan terpercaya, mulai dari tinjauan teori hingga konsepa askep stress berat thorax dan dilengkapi juga fathway format doc dan daftar pustaka.

Bertujuan sanggup membantu sahabat perawat sekalian dalam pembuatan kiprah askep, makalah ataupun LP, disini kami sediakan laporan pendahuluan stress berat thorax dalam bentuk file pdf dan doc, supaya bisa di jadikan referensi.

Untuk mendownload laporan pendahuluan stress berat thorax format pdf dan doc telah kami sediakan link unduhan untuk mendownload diakhir artikel.

Laporan pendahuluan Trauma Thorax


Pengertian

Trauma thorax ialah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik stress berat atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994).

Hematotorax ialah tedapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak dan terjadinya perdarahan.

Pneumotorax ialah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru sanggup terjadi kolaps.


Anatomi

1. Anatomi Rongga Thoraks
Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi  oleh :
  • Depan : Sternum dan tulang iga.
  • Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
  • Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
  • Bawah : Diafragma 
  • Atas : Dasar leher.
      Isi :
  • Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya.
  • Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya mencakup jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).

Gambar Rongga Thoraks :


Klasifikasi
    
1. Trauma Tembus
  • Pneumothoraks terbuka
  • Hemothoraks
  • Trauma tracheobronkial
  • Contusi Paru
  • Ruptur diafragma
  • Trauma Mediastinal
2. Trauma Tumpul
  • Tension pneumothoraks
  • Trauma tracheobronkhial
  • Flail Chest
  • Ruptur diafragma
  • Trauma mediastinal
  • Fraktur kosta

Etiologi

1. Trauma tembus
  • Luka Tembak
  • Luka Tikam / tusuk
2. Trauma tumpul
  • Kecelakaan kendaraan bermotor
  • Jatuh
  • Pukulan pada dada

Insidens
    
Trauma ialah penyebab janjkematian utama pada anak dan orang sampaumur kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada stress berat tumpul dan tembus serta stress berat yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).


Prognosis Penyakit
    
1. Open Pneumothorak
    
Timbul lantaran stress berat tajam, ada korelasi dengan rongga pleura sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap wangsit ( sucking chest wound ). Apabila luban ini lebih besar dari pada 2/3 diameter trachea, maka pada wangsit udara lebih gampang melewati lubang dada dibandingkan melewati lisan sehingga terjadi sesak nafas yang hebat
    
2. Tension Pneumothorak
    
Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak. Apabila ada prosedur ventil lantaran lubang pada paru maka udara akan semakin banyak pada sisi rongga pleura, sehingga mengakibatkan :
  • Paru sebelahnya akan terekan dengan akhir sesak yang berat
  • Mediastinum akan terdorong dengan akhir timbul syok
Pada perkusi terdengar hipersonor pada kawasan yang cedera, sedangkan pada auskultasi bunyi vesikuler menurun.
    
3. Hematothorak masif
    
Pada keadaan ini terjadi perdarahan mahir dalam rongga dada. Ada perkusi terdengar redup, sedang vesikuler menurun pada auskultasi.
    
4. Flail Chest
    
Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada wangsit justru masuk kedalam yang dikenal dengan pernafasan paradoksal


Patofisiologi
    
Dada merupakan organ besar yang membuka belahan dari tubuh yang sangat gampang terkena tumbukan luka. Karena dada merupakan tempat jantung, paru dan pembuluh darah besar. Trauma dada sering mengakibatkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga thorak dan isinya sanggup membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan osigen darah. Bahaya utama bekerjasama dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan bacokan terhadap organ
    
Luka dada sanggup meluas dari benjolan yang relatif kecil dan tabrakan yang sanggup mengancurkan atau terjadi stress berat penetrasi. Luka dada sanggup berupa penetrasi atau non penetrasi ( tumpuln ). Luka dada penetrasi mungkin disebabkan oleh luka dada yang terbuka, memberi keempatan bagi udara atmosfir masuk ke dalam permukaan pleura dan mengganggua prosedur ventilasi normal. Luka dada penetrasi sanggup menjadi kerusakan serius bagi paru, kantung dan struktur thorak lain.

Fathway Trauma Thorax

Untuk mendownload fathway stress berat thorax format doc, DISINI


Tanda Dan Gejala
    
Tanda-tanda dan tanda-tanda pada stress berat thorak :
  •  Ada jejas pada thorak
  • Nyeri pada tempat trauma, bertambah ketika inspirasi
  • Pembengkakan lokal dan krepitasi pada ketika palpasi
  • Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
  • Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
  • Penurunan tekanan darah
  • Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher
  • Bunyi muffle pada jantung
  • Perfusi jaringan tidak adekuat
  • Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan pernapasan ) sanggup terjadi dini pada tamponade jantung

Pemeriksaan Penunjang 
  • Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
  • Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
  • Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
  • Hemoglobin : mungkin menurun.
  • Pa Co2 adakala menurun.
  • Pa O2 normal / menurun.
  • Saturasi O2 menurun (biasanya).
  • Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.

Penatalaksanaan

1. Bullow  Drainage / WSD

Pada stress berat toraks, WSD sanggup berarti :

a. Diagnostik :

Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga sanggup ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.

b. Terapi :

Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" sanggup kembali ibarat yang seharusnya.

c. Preventive :

Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.


2. Perawatan WSD dan fatwa latihanya :

a. Mencegah infeksi di belahan masuknya selang.

Mendeteksi di belahan dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan supaya kain kassa yang menutup belahan masuknya slang dan tube dihentikan dikotori waktu menyeka tubuh pasien.

b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang mahir akan diberi analgetik oleh dokter.

c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
  • Penetapan selang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di belahan masuknya slang sanggup dikurangi.
  • Pergantian posisi badan.
Usahakan supaya pasien sanggup merasa lezat dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melaksanakan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.

d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
  • Dengan WSD/Bullow drainage dibutuhkan paru mengembang.
  • Latihan napas dalam.
  • Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
  • Kontrol dengan investigasi fisik dan radiologi.

e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.

Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.


f. Suction harus berjalan efektif :
  • Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
  • Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
  • Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jikalau suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring belahan operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh lantaran perlekatanan di dinding paru-paru.

g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
  • Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
  • Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
  • Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
  • Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
  • Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan menggunakan sarung tangan.
  • Cegah ancaman yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh lantaran kesalahan dll.

h. Dinyatakan berhasil, bila :
  • Paru sudah mengembang penuh pada investigasi fisik dan radiologi.
  • Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
  • Tidak ada pus dari selang WSD.

3. Pemeriksaan penunjang

a. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)

b. Diagnosis fisik :
  • Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
  • Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melaksanakan drainase dengan continues suction unit.
  • Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi
  • Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.

4. Terapi :
  • Antibiotika.
  • Analgetika.
  • Expectorant.

Komplikasi 
  • tension penumototrax
  • penumotoraks bilateral
  • emfiema

Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian 

Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
  • Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
  • Alergi terhadap obat, masakan tertentu.
  • Pengobatan terakhir.
  • Pengalaman pembedahan.
  • Riwayat penyakit dahulu.
  • Riwayat penyakit sekarang.
  • Dan Keluhan.

Pemeriksaan Fisik :

1. Sistem Pernapasan :
  • Sesak napas
  • Nyeri, batuk-batuk.
  • Terdapat retraksi klavikula/dada.
  • Pengambangan paru tidak simetris.
  • Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
  • Pada perkusi ditemukan Adanya bunyi sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
  • Pada asukultasi bunyi nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
  • Pekak dengan batas ibarat garis miring/tidak jelas.
  • Dispnea dengan acara ataupun istirahat.
  • Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
  • Nyeri dada meningkat lantaran pernapasan dan batuk.
  • Takhikardia, lemah 
  • Pucat, Hb turun /normal.
  • Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
  • Tidak ada kelainan.
4. Sistem Perkemihan.
  • Tidak ada kelainan.
5. Sistem Pencernaan :
  • Tidak ada kelainan.
6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
  • Kemampuan sendi terbatas.
  • Ada luka bekas bacokan benda tajam.
  • Terdapat kelemahan.
  • Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
7. Sistem Endokrine :
  • Terjadi peningkatan metabolisme.
  • Kelemahan.
8. Sistem Sosial / Interaksi.
  • Tidak ada hambatan.
9. Spiritual :
  • Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
10. Pemeriksaan Diagnostik :
  • Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
  • Pa Co2 adakala menurun.
  • Pa O2 normal / menurun.
  • Saturasi O2 menurun (biasanya).
  • Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
  • Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

Diagnosa Keperawatan 
  1. Ketidakefektifan contoh pernapasan bekerjasama dengan ekpansi paru yang tidak maksimal lantaran akumulasi udara/cairan.
  2. Inefektif bersihan jalan napas bekerjasama dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akhir nyeri dan keletihan.
  3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut bekerjasama dengan stress berat jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
  4. Gangguan mobilitas fisik bekerjasama dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
  5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
  6. Kerusakan integritas kulit bekerjasama dengan stress berat mekanik terpasang bullow drainage.
  7. Resiko terhadap infeksi bekerjasama dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.

Intevensi Keperawatan 

Diagnosa keperawatan.1

Ketidakefektifan contoh pernapasan bekerjasama dengan perluasan paru yang tidak maksimal lantaran trauma.

Tujuan : Pola pernapasan efektive.

Kriteria hasil :
  • Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
  • Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
  • Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
  • Berikan posisi yang  nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin. R/ Meningkatkan wangsit maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
  • Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital. R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital sanggup terjadi sebgai akhir stress fifiologi dan nyeri atau sanggup memperlihatkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
  • Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. R/ Pengetahuan apa yang dibutuhkan sanggup mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap planning teraupetik.
  • Jelaskan pada klien perihal etiologi/faktor aktivis adanya sesak atau kolaps paru-paru. R/ Pengetahuan apa yang dibutuhkan sanggup mengembangkan kepatuhan klien terhadap planning teraupetik.
  • Pertahankan sikap tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. R/ Membantu klien mengalami imbas fisiologi hipoksia, yang sanggup dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
  • Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar. R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan perluasan paru optimum/drainase cairan.
  • Periksa batas  cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan. R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.
  • Observasi gelembung udara botol penempung. R/ gelembung udara selama ekspirasi memperlihatkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan perluasan paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung sanggup memperlihatkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
  • Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah susukan masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu. R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.
  • Catat karakter/jumlah drainage selang dada. R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
  • Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi :Pemberian antibiotika, Pemberian analgetika, Fisioterapi dada, Konsul photo toraks. R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Keperawatan. 2. 

Inefektif bersihan jalan napas bekerjasama dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akhir nyeri dan keletihan.

Tujuan :  Jalan napas lancar/normal

Kriteria hasil :
  • Menunjukkan batuk yang efektif.
  • Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
  • Klien nyaman.
Intervensi :
  • Jelaskan klien perihal kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan. R/ Pengetahuan yang dibutuhkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap planning teraupetik.
  • Ajarkan klien perihal metode yang sempurna pengontrolan batuk. R/ Batuk yang tidak terkontrol ialah melelahkan dan tidak efektif, mengakibatkan frustasi.
  • Napas dalam dan perlahan ketika duduk setegak mungkin. R/ Memungkinkan perluasan paru lebih luas.
  • Lakukan pernapasan diafragma. R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
  • Tahan napas selama 3 - 5  detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
  • Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melaksanakan 2 batuk pendek dan kuat. R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
  • Auskultasi paru sebelum dan sehabis klien batuk. R/  Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
  • Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 hingga 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi. R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan sanggup mengakibatkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
  • Dorong atau berikan perawatan lisan yang baik setelah batuk. R/ Hiegene lisan yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah amis mulut.
  • Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi : Pemberian expectoran, Pemberian antibiotika, Fisioterapi dada, Konsul photo toraks. R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Keperawatan. 3

Perubahan kenyamanan : Nyeri akut bekerjasama dengan stress berat jaringan  dan reflek spasme otot sekunder.

Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.

Kriteria hasil :
  • Nyeri berkurang/ sanggup diadaptasi.
  • Dapat mengindentifikasi acara yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
  • Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
  • Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif. R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah memperlihatkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
  • Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang sanggup menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase. R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
  • Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
  • Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil. R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
  • Tingkatkan pengetahuan  perihal : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa usang nyeri akan berlangsung. R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan sanggup membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap planning teraupetik.
  • Kolaborasi denmgan dokter, tunjangan analgetik. R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
  • Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien,  30 menit setelah tunjangan obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari. R/ Pengkajian yang optimal akan memperlihatkan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melaksanakan intervensi yang tepat.

Daftar pustaka
  • Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
  • Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes.
  • Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.
  • Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC. 
  • Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Untuk mendownload laporan pendahuluan stress berat thorax format pdf dan doc, dibawah :
Link Alternatif
Demikian laporan pendahuluan stress berat thorax lengkap, download format pdf dan doc kami bagikan, kami berharap bisa membantu teman-teman perawat dalam pembuatan kiprah askep, makalah ataupun LP itu sendiri, untuk dijadikan referensi. Terima kasih.
 
Top